![](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_tJe-Ked9ywvkTbpFe8q_LMP2HUJWRFGJqkpHhRrIV5uyeksX2rhMvT9woGgNNNwYSBjk7V1Ab-h8MYn8heXDrMmMLMfVLnubjBFrshlPi8yJ_SMIpg2jmpbGxLbWSvtpNVV-6rOIZARxeSn8BD3i7Xg-Ye7IjlxPVgucwbNW4LbvN3mfBW2h5xxNMT=s0-d)
Sumatera Utara banyak memiliki situs peninggalan sejarah yang sangat
perlu dan penting untuk kepentingan kita semua. Salah satu situs
peninggalan Hindu-Buddha berupa candi terdapat di Sumatera Utara bagian
Selatan tepatnya di Kabupaten Padang Lawas terdapat sebuah Situs
Percandian yagn dinamakan Situs Padang Lawas.
Situs ini merupakan salah satu situs penting dari masa pengaruh
Hindu-Buddha (Klasik) di Indonesia yang berada di Pulau Sumatera. Areal
situs ini secara administratif terletak di wilayah tiga kecamatan, yakni
Kecamatan Batang Pane, Kecamatan Lubuk Barumun, dan Kecamatan Padang
Bolak, Kabupaten Padang Lawas Utara.
Kepurbakalaan yang terdapat pada situs ini tersebar di sepanjang aliran
Sungai Batang Pane, Sirumambe, dan Sungai Barumun, terdiri dari
setidaknya enambelas kompleks percandian atau dalam bahasa setempat
lebih dikenal sebagai biaro atau biara yang merupakan adopsi dari kata
dalam Bahasa Sanskerta, vihara yang berarti tempat belajar mengajar dan
ibadah khususnya bagi penganut agama Buddha(Ing. monastery). Nama lain
yang dikenal oleh masyarakat adalah Portibi, yang dalam bahasa setempat
berarti dunia. Nama-nama biaro itu antara lain adalah: Sipamutung, Bara,
Bahal (I,II, dan III), Sijoreng, Pulo, Sangkilon, Sitopayan, dan
Sisoldop.
Berdasarkan sejumlah temuan yang didapatkan di situs ini, secara relatif
biaro-biaro di Padang Lawas (Portibi) diperkirakan sudah eksis sejak
abad ke-11 M. Data yang dijadikan acuan terutama adalah tulisan-tulisan
kuno pada prasasti-prasasti yang ditemukan di situs ini. Salah satu dari
beberapa prasasti itu adalah prasasti Gunung Tua, merupakan prasasti
tertua yang ditemukan di situs ini, ditulis dalam aksara Jawa Kuna dan
menggunakan bahasa Melayu Kuna, yang dipahatkan pada bagian belakang
landasan sebuah patung yang diapit terbuat dari perunggu.
Saat ini sisa-sisa kejayaan kerajaan Panai itu masih dapat dilihat di
situs Padang Lawas. Beberapa diantara biaro-biaro itu sudah dipugar
seperti Biaro Bahal I dan Biaro Bahal II, Biaro Bahal III dan Biaro
Sipamutung, sementara biaro-biaro lainnya karena kondisinya sudah
teramat rusak mengakibatkan saat ini belum dapat dipugar.